Hari
yang Luar Biasa, Rabu 04 Januari 2011 di suatu tempat yang penuh dengan bau
masakan, kebanyakan orang yang datang ke sana dalam keadaan lapar, mungkin haus
atau mungkin cari tempat diskusi dan ngobrol.
Kami
bertiga duduk di salah satu meja yang bisa dibilang “center table” karena letak
meja kami di tengah-tengah ruangan, diantara meja-meja yang lain. Kami membahas
beberapa hal yang Luar Biasa, tentang sosok yang kuat nan penuh kelembutan “Wanita”.
Merinding sangat saat memulai menulis artikel ini, kenapa? Karena meleset
sedikit bisa-bisa aku membuka gemuruh yang sedang bergelut di dalam hati ini
(tuh kan, uda keceplosan, hehe). Pembicaraan ini sudah tidak asing atau aneh
lagi ketika seorang wanita/pria seusiaku membicarakannya, yaitu tentang “Munakahat”,
sebuah bahasan yang cukup membuat galau para korbannya, ekstriim banget ya... “galau
para korban”, heu.
Duduk bertiga di meja yang ada 4 kursi, jadi kami mengosongkan satu kursi lainnya.. Obrolan itu dimulai dengan sedikit sharing mengenai Wanita Pemimpi (aku menyebutnya), “apakah salah jika wanita itu bermimpi besar?” Hhm... sangat tidak, yang salah itu jika wanita tidak berani bermimpi besar. Namun ada beberapa wanita yang berfikir “Cukup dah, aku jadi istri dan ibu yang baik”, apakah itu sudah cukup? Tanyaku. Tidakkah kita malu jika suatu saat ada orang yang bertanya kepada anak kita “Ibu kamu kerja apa Nak?” – “di rumah saja Pak/Bu”.. mungkin anak kita biasa-biasa saja, namun kita sebagai seorang wanita hanya bisa menengadahkan tangan ke suami dan duduk diam di rumah, sekali kerja hanya beres-beres rumah, nyuci, masak, melayani suami, trus menunggu anak dan suami pulang. Sungguh tidak produktif bagiku.. (namun beda lagi ya jika ternyata memang sama suami tidak boleh kerja, tentunya kita kudu nurut sama suami tercinta donk, hhe) tapi larangan suami bukan berarti kita hanya bisa masak, menyapu, mencuci, menunggu suami pulang, membersihkan rumah dan pekerjaan-pekerjaan ibu rumah tangga yang memang sudah kodratnya dilakukan oleh seorang wanita, boleh donk kita melakukan yang lebih produktif lagi, misalkan membuka warung makan, katering, tempat les, lembaga pengembangan diri dan pekerjaan menghasilkan yang lain. Hal ini bukan berarti kita ingin menyaingi pendapatan suami ya, just in order to we as female can productive.
Aku sebagai seorang wanita pun memiliki mimpi yang besar, sangat besar malah. Selain bermimpi menjadi seorang ISTRI dan IBU bagi suami dan anak-anakku, aku pun memiliki mimpi untuk menjadi ibu untuk anak-anak yang lain utamanya yang memang mereka membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Aku pengen memiliki Rumah Makan dan Tempat Kursus, tentunya yang desain bangunannya serba natural (alam) dan penuh ijo-ijoan alias tumbuh-tumbuhan, bisa berupa saung. Rumah Makan dan Tempat Kursus itu berada di sekitar lokasi rumah, kenapa? Karena supaya ketika suami dan anakku pulang aku bisa mengetahuinya dan kembali ke aktivitasku sebagai seorang istri dan ibu, sehingga Rumah Makan dan Tempat Kursus itu tidak mengurangi pengabdianku kepada suami dan anakku. That’s My Great Dream.
Rumah Makan,
aku ingin yang desainnya sangat alami (natural), penuh pemandangan dan pilihan lokasi makan, karena setiap orang memiliki keunikan masing-masing. Ada yang suka makan di bawah pohon, maka aku ingin di Rumah Makanku ada lokasi tempat makan yang berada di bawah pohon. Ada yang suka makan sambil mendengarkan musik, maka mereka pun bisa mendapatkan fasilitas itu di lokasi yang mereka pilih. Hhm...tentunya yang tema’nya tetap alam..
Tempat Kursus,
aku ingin tempat kursus yang aku miliki berdesain
alam. Tempat kursusnya ada yang indoor maupun ada yg outdoor, sehingga peserta
didiknya tidak bosan dengan atmosfer ruang kursus yang itu-itu saja. Lalu untuk
para pendidiknya kita bekali dulu “Quantum Teaching”, lalu mereka diajari cara
mengenal karakter peserta didik supaya peserta didik bisa menerima
pembelajarannya sesuai dengan kemampuan penerimaan yang mereka miliki.
Aku pun ingin menjadi penulis,
Aku pun ingin menjadi penulis,
bukan penulis sebuah teori melainkan
penulis teori yang dikemas dengan gaya cerita yang khas. Aku anaknya suka
membaca namun bukan membaca buku pelajaran atau buku kuliah, kenapa? Karena buku-buku
tersebut terlalu kaku menurutku. Sampai suatu ketika aku berfikir “Kenapa sih
buku pelajaran ini tidak berbentuk cerita?”, hahahaa.. Kalau aku menemui buku
pelajaran atau kuliah, aku selalu meminta orang lain untuk membacanya lalu
setelah itu diceritakan kepadaku hasil bacanya dengan gaya dia, jadi
seolah-olah dia bercerita padaku tentang isi buku itu.
Aku
ingin menjadi pembicara.
Kalau ada yang tau teh Ninih (istri Aa
Gym), aku ingin seperti beliau. Wajahnya selalu cerah memancarkan sebuah
keimanan dan ketaqwaan, gaya bicaranya, senyumannya, tatapan matanya, sangat
menginspirasi dan penuh kasih sayang (menurutku). Aku yang anaknya suka
bercerita dan berbagi cerita, maka aku ingin kebiasaanku itu menjadi expert
bagiku, aku ingin menjadi pembicara, pembicara tentang wanita (baik itu tentang
kesehatan, pendidikan, kemuliaan, dan apapun tentang wanita). Aku ingin menjadi
wanita teladan para kaum wanita, setiap bicaranya, tingkah lakunya, senyumnya,
pandangan matanya penuh dengan pembelajaran, motivasi dan kebaikan.
That’s
My Great Dream.
We will back to our discussion about woman
and munakahat. Di usiaku yang menginjak 20 tahun dan akan
masuk 21 tahun pada 03 Juli 2012 ini, perbincangan urusan “Munakahat” bukanlah
hal yang tabu atau aneh lagi. Bahkan kalau kalian tau, aku sudah memikirkan
tentang hal ini sejak aku masih di SMA, aku sudah memikirkan tentang pernikahan
dan persiapan yang harus dilakukan, tapi karena masih SMA sehingga aku masih
malu untuk membahasnya. Dan sekarang usiaku sudah masuk fase “mekar” kalau kami
menyebutnya, sehingga pembahasan ini di kalangan kami akhwat-akhwat atau
akhwat-ikhwan itu sudah biasa.![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAGML_NZEhuxxGh2YyjsWwJdszPX3B6wXSs7hIB2tJrhuE6ntFMHnm24mQPw0kN9Ixj_ihGOm-TcJpjz_kG-KRS2a0Eq3HSrfwmKeraq6zs2dtlxSrnqFg43-BaZGFsphryf5eXlKtWm4/s1600/ikhwan-akhwat1.jpg)
Sang
ikhwan galau, takut salah pilih, takut ditolak... Akhwatnya nungguin, serius ga
sih? Kalo serius buruan datengin aby-umy aku, kalo ga keburu aku dikasihin ke
orang lain. Nah lhoe, galau deh...
Aku
ada metafora nih,
1
+ 2 = 3
1
dan 2 tidak akan menjadi 3 kalau tidak ada +, sehingga 1 dan 2 membutuhkan perantara
supaya menjadi 3..
Mungkin
itu yang dibutuhkan ikhwan-akhwat itu, sebuah perantara. Perantara yang bisa
nyampein maksud si Ikhwan dan si Akhwat. Beres dah. Segampang itu kah? Hhehehe...
Banyak
sekali aku jumpai ikhwan-akhwat di lingkunganku yang mereka memiliki kedekatan
khusus namun tak ada hubungan. Ikhwannya tau si akhwat ada feeling, dan si
akhwat pun sebaliknya, saling tau. Mereka pun terjaga dengan aturan agama yang
ga boleh nunjukin perasaan, yang ga boleh berdekatan, yang ga boleh ngobrol
duaan, dan lain-lain sebelum halal. Sehingga mereka hanya bisa mengungkapkan
dengan perilaku, ucapan, dan sesekali dengan tatapan mata. Lalu sesekali mereka
ngobrol maka yang terucap adalah kalimat yang menjurus ke arah pernikahan
(karena mau kapan lagi ada kesempatan ngobrol berdua kalau ga sekarang, hehe),
akhirnya ada kesepakatan yang tak disepakati secara langsung, nikah tahun
201x... sambil berjalannya waktu, tentunya banyak yang terjadi, banyak yang
dialami, mulai dari perasaan yang semakin dalam sampai perasaan yang tiba-tiba
jauh, galau deh dua-duanya. Belum lagi kalau ada peperangan batin, seandainya
si ikhwan bareng sama akhwat lain, maka si akhwatnya ngerasa cemburu, dan
sebaliknya, wajar sih kalau kata “orang”. Padahal satu sama lain tau, “dia kan
bukan milikku, kenapa aku harus cemburu?” nah disitulah terjadi peperangan
batin antar dirinya dengan dirinya juga, hehe.. sampai akhirnya mutusin, nikah
aja deh,, hhahaha J mending kaya gitu,
kalau yang ada malah udahan deh, “dia ternyata kaya gitu”, nah lhoe...jadi
gimana?? Itulah yang dialami olehku saat aku masih SMA, yang artinya sedang
dalam masa pencarian. Orang yang udah mikirnya ke pernikahan, pasti dia ga akan
memutuskan seperti itu, “Itung-itung latihan jika aku menjadi istrinya, pasti
masalah seperti ini biasa nampak di permukaan datarnya hubungan pernikahan kami”,
Asssiiiikkk.... ga ngeberat-beratin
otak, bikin hati tenang, bikin senyum terus mengembang, dan waktu-waktu bisa
dijalani dengan enjoy.
Sebenarnya
yang dibutuhkan akhwat itu hanya satu, buktikan keseriusanmu. Ehm, kurang lebih
seperti itulah..karena kebanyakan akhwat selalu dibingungkan dengan pilihan,
memilih dia atau dia ya...kalau yang udah punya pilihan mah gampang, tak perlu
mikir milih siapa, mungkin hanya kebingungan “kalau ternyata ga jadi sama dia,
aku sama siapa ya?” yang ada ujung-ujungnya pasrah sama pilihan MR, kasian
kan... (menurutku, heu)...
Sejak
masa SMP aku udah punya planning, ntar kalau nikah aku ga mau dinikahkan sama
orang yang baru aku kenal, aku pengen sama orang yang udah ngenal aku
luar-dalem biar dia ga ngarepin aku yang lebih, takutnya kalo dia ngarepin aku
lebih, eh ternyata akunya ga kaya gitu, dia kecewa, susah juga kan.. itu sih
yang ada di pikiran aku sejak saat itu.
Galau
juga kalau ngomongin urusan pernikahan, soalnya setiap orang pasti punya
pendapatnya masing-masing, tentunya pendapat yang sesuai dengan skenario yang
telah ia jalani.
Semoga Allah memberikan cahaya terang untuk para insan yang sedang dalam kegalauan, semoga Allah menunjukkan arah jalan yang pas untuk para insan yang sedang dalam kebingungan, semoga Allah segera memberikan jawaban atas kegalauan dan kebingungannya. Aamiin.
Ungkapan
di atas sangat subyektif dan itu penilaianku, semoga jika ada yang memiliki
kenan lain, you can disscuss with me via facebook
Richa ‘Risa’ Kirei , twitter
@Risa_is ..
salam ~Nice Muslimah
salam ~Nice Muslimah
Subhanallah..
Banyak banget impiannya.. Hhe
Salam kenal aja..
nomor2.blogspot.com